ANALISIS
KEBIJAKAN KAWASAN WISATA
BAHARI DESA
ANGSANA KECAMATAN ANGSANA KABUPATEN TANAH BUMBU KALIMANTAN SELATAN
Nama : MELKYANUS
NIM : 1610716210010
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2019
Ringkasan
Pemerintah Kabupaten Tanah Bumbu memproyeksikan kawasan Pesisir dan pantai Angsana sebagai salah satu daerah wisata bahari. Dengan pengembangan kawasan
tersebut diharapkan memberikan dampak bagi peningkatan kesejahteraan penduduk,
kelestarian sumberdaya pesisir, peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) dan
mendorong pertumbuhan perekonomian di Kabupaten Tanah Laut. Namun
disayangkan keunikan sumberdaya pesisir sampai saat ini belum dikelola secara
baik sehingga pemanfaatan kegiatan pariwisata menjadi rendah dan belum
memberikan kontribusi yang berarti bagi kesejahteraan masyarakat dan pendapatan
asli daerah. Bertolak dari uraian di atas, diperlukan terobosan alternatif
strategi kebijakan untuk mendorong pengembangan wisata bahari tersebut. Atas
dasar itu, penulis melakukan kajian kebijakan pengembangan wisata bahari di Desa Angsana Kabupaten Tanah Bumbu. Dari kajian ini diharapkan
pengelolaan dan pemanfaatan wisata bahari di kedua pulau tersebut berjalan
efektif, efisien dan berkelanjutan.
Metode kajian yang digunakan metode survei dan analisis data yang
digunakan adalah sebagai berikut: (1) analisis deskriptif, untuk mengkaji
potensi wisata dan persepsi masyarakat terhadap pengembangan wisata bahari; (2)
analisis potensi wisata, untuk mengkaji potensi dan kondisi kawasan wisata
bahari; (3) analisis SWOT, untuk merumuskan alternatif strategi kebijakan
pengembangan wisata bahari terbaik; dan (4) analisis AHP, untuk menentukan
alternatif strategi kebijakan pengembangan wisata bahari terbaik. Menyuguhkan
atraksi wisata bahari berupa berenang, selancar angin, berperahu dan memancing.
Hasil survei terhadap persepsi responden, daya tarik wisata adalah keindahan
sumberdaya alamnya. Namun pengembangan kawasan wisata bahari di kedua pulau
tersebut terkendala oleh kurangnya akses transportasi, sarana dan prasarana
wisata.
1.
Pendahuluan
Ekosistem pesisir
merupakan ekosistem yang dinamis dan mempunyai kekayaan habitat yang beragam,
di darat maupun di laut saling berinteraksi antara habitat tersebut. Selain
mempunyai potensi yang besar, wilayah pesisir juga merupakan ekosistem yang
paling mudah terkena dampak kegiatan manusia. Umumnya kegiatan pembangunan
secara langsung maupun tidak langsung berdampak merugikan terhadap ekosistem
pesisir (Dahuri et al. 2001).
Sebagai negara
kepulauan, Indonesia memiliki keragaman dan kekayaan sumberdaya pesisir yang
luar biasa yang dapat dimanfaatkan untuk kemajuan dan kemakmuran bangsa
Indonesia. Salah satu potensi yang dimiliki oleh negara kita adalah potensi
wisata bahari (marine tourism) di
wilayah pesisir. Dari kegiatan wisata bahari telah memberikan sumbangan yang
berarti bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kontribusi pariwisata bahari ini
terhadap pembangunan nasional berupa penyediaan lapangan pekerjaan dan
aktivitas ekonomi lainnya (multiplier
effect) serta pemasukan devisa bagi negara. Akan tetapi, dari begitu banyak
potensi wisata bahari tersebut, hanya baru sebagian kecil yang dikelola dan
dikembangkan dengan baik.
Pengembangan suatu
lokasi wisata bahari memerlukan kehati-hatian karena sifat alaminya yang
rentan. Perencanaan dan pengelolaannya memerlukan koordinasi dan integrasi dari
berbagai pihak. Wisata bahari biasanya mempunyai kekhususan sifat, seperti
lokasinya yang tidak begitu luas. Lokasi yang tidak terlalu luas maka
diperlukan daya dukung lingkungan, yaitu kemampuan wilayah untuk menerima
tekanan dari luar tanpa mengakibatkan degradasi lingkungan. Oleh karena itu,
pemanfaatan sumberdaya pesisir harus secara seimbang diikuti dengan upaya
konservasi, sehingga dapat berlangsung secara optimal dan berkelanjutan (Dahuri
2000).
Pesisir Pantai Angsana,
di
Kabupaten Tanah Bumbu yang memiliki potensi sumber daya pesisir
yang besar, seperti potensi terumbu karang yang masih relatif terjaga
kondisinya dan memiliki keragaman biota yang menarik untuk dijadikan objek
wisata bahari. Keunikan sumber daya alam tersebut merupakan suatu potensi yang
jika dikelola dengan baik dapat memberikan keuntungan kepada berbagai pihak.
Pesisir Angsana
memiliki keragaman obyek wisata bahari berupa terumu karang,
mangrove dan wisata pantai yang masih alami merupakan
keindahan Pesisir Angsana yang dapat dinikmati para pengunjung.
Pengunjung dapat melakukan aktivitas kebaharian, diantaranya adalah menyelam,
memancing, dan bersantai di pantai. Akses ke dua tempat
ini, pengunjung dapat menggunakan sarana transportasi darat
berupa dengan waktu kurang lebih ± 6 jam dari Kota Banjarbaru.
Namun disayangkan keunikan sumberdaya pesisir ini sampai saat ini belum
dimanfaatkan dan dikelola secara baik.
Bertolak dari
uraian di atas, Pesisir Angsana memiliki potensi untuk dikembangkan
menjadi salah satu kawasan wisata bahari andalan di Kabupaten Tanah Bumbu.
Kondisi keterbatasan akses informasi, transportasi, prasarana dan sarana wisata
bahari serta pengelolaannya masih sederhana oleh masyarakat setempat,
menjadikan obyek wisata ini jalan di tempat, sehingga diperlukan terobosan
alternatif strategi kebijakan untuk pengembangan wisata bahari tersebut. Kajian
kebijakan pengembangan wisata bahari melalui penyusunan skenario kebijakan yang
sesuai dengan karakteristik objek wisata tersebut menjadi
alasan perlu dilakukan kajian agar pengelolaan
dan pemanfaatan wisata bahari di Desa Angsana tersebut berjalan
efektif, efisien dan berkelanjutan.
Pemerintah
Kabupaten Tanah Bumbu memproyeksikan kawasan pesisir dan laut Angsana sebagai daerah wisata bahari. Pengembangan kawasan
wisata tersebut diharapkan menjadikannya sebagai daerah tujuan wisata. Dengan
pengembangan tersebut diharapkan memberikan dampak bagi peningkatan
kesejahteraan penduduk, kelestarian sumberdaya pesisir, peningkatan pendapatan
asli daerah (PAD) dan mendorong pertumbuhan perekonomian di Kabupaten Tanah Bumbu.
Pengembangan desa
tersebut sebagai kawasan tujuan wisata, perlu diketahui kondisi dan keberadaan
sumber daya alam pesisir dan laut Desa Angsana. Hal ini
mengingatkan bahwa dalam pengembangan wisata bahari perlu didukung oleh kondisi
yang sesuai dengan keinginan wisatawan. Desa ini jauh dari ibu kota propinsi/kabupaten/kota
sehingga perlu adanya investasi besar dan masih ada beberapa keterbatasan
seperti pendidikan, kesehatan, aksesibilitas, sarana dan prasarana dasar
(listrik, air bersih, komunikasi). Hal tersebut sangat penting agar pengembangannya
dapat mendukung diversifikasi kegiatan wisata bahari. Data kondisi tersebut
penting untuk melakukan pengelolaan wilayah. Kesesuaian lahan untuk membangun
wisata bahari mutlak memerlukan dukungan data dan informasi yang benar dan
berbasiskan ilmu pengetahuan, meliputi: (1) kondisi kawasan (2) daya dukung
kawasan (3) sumber daya hayati dan non hayati serta (4) kondisi sosial ekonomi
masyarakat.
Dalam rangka
mendukung kebijakan penegembangan wisata bahari tersebut, maka fokus kajian
ini adalah untuk menganalisis aspek kondisi kawasan,
aspek daya dukung kawasan, aspek peran serta masyarakat
kawasan wisata, serta penilaian kebijakan pemerintah selama ini.
Berdasarkan
uraian-uraian di atas, maka permasalahan yang hendak dikaji disajikan dalam
bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1)
Bagaimana
kondisi dan potensi sumberdaya pesisir bahari di Desa Angsana Kabupaten Tanah Bumbu?
2)
Sejauhmana
peran serta masyarakat dalam pengembangan wisata bahari di Desa Angsana Kabupaten Tanah Bumbu?
3)
Mengapa
kebijakan pemerintah daerah terhadap pengembangan wisata bahari belum optimal?
Kajian ini bertujuan:
1)
Mengkaji
potensi wisata bahari di pesisir dan laut Desa
Angsana
Kabupaten Tanah Bumbu.
2)
Mengetahui
sejauh mana tingkat partisipasi masyarakat dalam pengembangan wisata bahari
wisata bahari Desa Angsana Kabupaten Tanah Bumbu..
3)
Menyusun
alternatif strategi kebijakan yang tepat untuk pengembangan pariwisata bahari
di Desa Angsana Kabupaten Tanah Bumbu.
Definisi
pariwisata
Menurut UU No. 9
tahun 1990 tentang Pariwisata, pariwisata dapat diartikan sebagai segala
sesuatu yang berhubungan dengan wisata termasuk pengusahaan obyek dan daya
tarik wisata serta usaha-usaha yang berkaitan di bidang tersebut. Usaha
pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa pariwisata atau
menyediakan atau mengusahakan obyek dan daya tarik wisata, usaha sarana wisata,
dan kegiatan lain yang terkait dengan pariwisata.
Melihat
pertumbuhan ekonomi yang semakin pesat, terutama perkembangan global yang
berlangsung, beriringan dengan kemajuan teknologi komunikasi atau informasi
membawa pada konsekuensi iklim persaingan yang sangat ketat. Setiap negara akan
terseret dalam interaksi global yang semakin membuat batas-batas negara menjadi
transparan. Pemahaman yang mendalam tentang dinamika perkembangan pariwisata
mutlak diperlukan untuk mempersiapkan sektor pariwisata sebagai “ The Biggest Foreign Exchage Earner”.
Pariwisata adalah salah satu jenis industri baru yang mampu mengahsilkan
pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam penyediaan lapangan kerja, peningkatan
penghasilan serta menstimulasi sektor-sektor lainnya (Pendit 1994).
Menurut Hidayat
(2000), bahwa wisata bahari meliputi berbagai aktivitas wisata yang menyangkut
kelautan. Aktivitas wisata bahari tersebut diantaranya adalah santai di
pantai/menikmati lingkungan alam sekitar, berenang, tour keliling (Boat tour, Cruising/extended boat tour),
surfing, diving, water sky dan sailing. Beberapa atraksi wisata bahari
sekaligus merupakan potensi laut sebagai medium wisata adalah taman laut
(terumbu karang dan biota laut). Formasi karang buatan (artificial reef), obyek purbakala, ikan-ikan buruan dan pantai yang
indah pendayagunaan laut sebagai wisata memerlukan persyaratan tertentu, antara
lain:
1)
Keadaan
musim/cuaca yang cukup baik sepanjang tahun.
2)
Lingkungan
laut yang bersih, bebas pencemaran.
3)
Kedaan
pantai yang bersih dan alami yang disertai peraturan-peraturan tertentu akan
bangunan dan macam kegiatan.
4)
Kedaan
dasar laut yang masih alami, misalnya taman laut yang merupakan habitat dari
berbagai flora dan fauna.
5)
Gelombang
dan arus yang relatif tidak terlalu besar serta aksesibilitas yang tinggi.
Kegiatan
pariwisata merupakan suatu kegiatan jasa pelayanan, maka dalam mewujudkan
produk dalam mendukung pelayanan pariwisata kan mempengaruhi keberadaan
sumberdaya. Aset utama yang menciptakan produk pariwisata adalah sumberdaya
fisik, sumberdaya buatan dan budaya. Menurut Mardani (1995), selama 2 dekade
perkembangan pariwisata di wilayah Asia Pasifik, khususnya perkembangan
pariwisata pesisir dan wisata bahari menunjukkan pertumbuhan yang pesat. Hal
ini mengakibatkan pula semakin banyaknya masyarakat yang terlibat dalam
kegiatan pariwisata ini. Peningkatan fasilitas dan aksesibilitas di sekitar
kawasan wisata ikut pula mempercepat pertumbuhan di wilayah pesisir.
Suwantoro (1997)
mengidentifikasikan empat kelompok, faktor yang mempengaruhi penentuan pilihan
daerah tujuan wisata,seperti:
1)
Fasilitas:
akomodasi, atraksi, jalan, tanda-tanda penunjuk arah.
2)
Nilai
estensis: pemandangan (panorama), iklan, tempat bersantai, cuaca.
3)
Waktu/biaya:
jarak dari tempat asal (rumah), waktu dan biaya perjalanan,harga/tarif
pelayanan.
4)
Kualitas
hidup: keramahtamahan penduduk bebas dari pencemaran.
Pariwisata bahari
Ekosistem pesisir
merupakan ekosistem yang dinamis yang mempunyai habitat yang beragam, di darat
maupun di laut serta saling berinteraksi antara habitat tersebut. Selain
mempunyai potensi yang besar, wilayah pesisir juga merupakan ekosistem yang
paling mudah terkena dampak kegiatan manusia. Umumnya kegiatan pembangunan
secara langsung maupun tidak langsung berdampak merugikan terhadap ekosistem
pesisir dan lautan (Dahuri et al.
2001).
Pariwisata bahari
adalah kegiatan rekreasi yang dilakukan di sekitar pantai, seperti berenang,
berselancar, berjemur, menyelam, berdayung, snorkling, berjalan-jalan atau
berlari-lari di sekitar pantai, menikmati keindahan pesisir dan lain sebagainya.
Pariwisata ini sering disosialisasikan dengan istilah tiga “S” ( Sun sea
and sand), artinya jenis pariwisata yang menyediakan keindahan dan kenyamanan alami dari kontribusi cahaya
matahari, laut dan pantai berpasir (Dahuri 1993).
Moscardo dan Kim
(1990) mengatakan bahwa pariwisata yang berkelanjutan harus memperhatikan :
1)
Peningkatan
kesejahteraan masyarakat lokal,
2)
menjamin
keindahaan antar generasi dan intergenerasi,
3)
melindungi
keanekaragaman biologi dan mempertahankan sistem ekologi yang ada, serta
4)
menjamin
integritas budaya.
Wisata bahari
merupakan suatu bentuk wisata potensial termasuk di dalam kegiatan “ Clean industry” . Pelaksanaan wisata
bahari yang berhasil apabila memenuhi berbagai komponen yakni terkaitnya dengan
kelestarian lingkungan alami, kesejahteraan penduduk yang mendiami wilayah
tersebut, kepuasan pengunjung yang menikmatinya dan keterpaduan komunitas
dengan area pengembangannya (Nurisyah 2001). Dengan memperhatikan komponen
tersebut maka wisata bahari akan memberikan kontribusi nyata bagi perekonomian
masyarakat.
Pembangunan
pariwisata di arahkan untuk meningkatkan kesejahteraan yang berkelanjutan.
Wisata bahari dengan kesan penuh makna bukan semata-mata memperoleh hiburan
dari berbagai suguhan atraksi dan suguhan alami lingkungan pesisir dan lautan
tetapi juga diharapkan wisatawan dapat berpartisipasi langsung untuk mengembangkan
konservasi lingkungan sekaligus pemahaman yang mendalam tentang seluk beluk
ekosistem pesisir sehingga membentuk kesadaran bagaimana harus bersikap untuk
melestarikan wilayah pesisir dan dimasa kini dan masa yang akan datang. Jenis
wisata yang memanfaatkan wilayah pesisir dan lautan secara langsung maupun
tidak langsung. Kegiatan langsung diantaranya berperahu, berenang, snorkeling,
diving, pancing. Kegiatan tidak langsung seperti kegiatan olahraga pantai,
piknik menikmati atmosfer laut (Nurisyah 2001).
Bagi negara
berkembang yang memiliki daya tarik pariwisata berupa atraksi sumberdaya alam,
umumnya mengandalkan kegiatan pariwisata ini sebagai sektor pendorong
pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu persaingan dalam memperoleh para wisata
dunia menjadi sangat kompetitif. Strategi yang dapat diterapkan dalam
memenangkan persaingan ini adalah dengan memanfaatkan keunggulan kompetitif
daya tarik wisata yang dimiliki. Daya tarik tersebut dapat berupa nilai
historis, nilai budaya atau tradisi, wisata petualangan dan keindahan alam
(Dahuri 1993).
Pengembangan
Wisata Bahari Berkelanjutan
Pengelolahan
sumberdaya pesisir sebagaimana bentuk-bentuk pengelolahan lainnya seperti
pengembangan masyarakat tidak lepas dari kebijakan pemerintah setempat maupun
pemerintah pusat dalam konteks makro. Kebijakan pemerintah memegang peranan
penting setidaknya dalam kontribusinya sebagai pihak yang mengeluarkan
peraturan dan perundang-undangan yang relevan dengan obyek pengelolaan.
Pengelolaan
wilayah pesisir khususnya untuk pariwisata tidak terlepas dari pemanfaatkan
sumberdaya alam untuk pembangunan.dimana pemanfaatan sumberdaya alam untuk
pembangunan haruslah memperhatikan: tidak merusak tata lingkungan hidup
manusia, dilaksanakan dengan kebijaksanaan yang menyeluruh, dan memperhitungkan
Generasi yang akan datang (Reksohadiprodjo et
al. 1992).
Dalam pengelolaan
wilayah pesisir untuk pariwisata bahari, kegiatan pembangunannya akan tetap
berkelanjutan jika memenuhi tiga prasyarat dan daya dukung lingkungan yang ada.
Pertama, bahwa kegiatan pariwisata harus ditempatkan pada lokasi yang secara
biofisik (ekologis) sesuai persyaratan yang dibutuhkan untuk kegiatan ini.
Selain itu penempatan kegiatan pariwisata bahari sedapat mungkin dihindari dari
lokasi-lokasi yang sudah intensif/padat tingkat industrilisasinya. Kedua,
jumlah limbah dari kegiatan pariwisata itu sendiri dan kegiatan lain yang
dibuang kedalam lingkungan pesisir/laut hendaknya tidak melebihi kapasitas
asimilasi–kemampuan suatu sistem lingkungan dalam menerima limbah tanpa terjadi
indikasi pencemaran lingkungan. Ketiga , bahwa
tingkat
pemanfaatan sumberdaya alam yang dapat pulih hendaknya tidak melebihi kemampuan
pulih sumberdaya tersebut dalam kurun waktu tertentu (Dahuri 1993).
Pencapaian
pembangunan kawasan pesisir dan lautan secara optimal dan berkelanjutan hanya
dapat diilakukan melalui pengelolahan wilayah pesisir dan laut secara terpadu,
yang didasarkan pada empat pokok alasan:
1)
Terdapatnya
keterkaitan ekologis baik antara ekosistem di dalam kawasan pesisir maupun
antara kawasan pesisir dengan lahan atas dan laut lepas.
2)
Terdapatnya
lebih dari dua macam sumberdaya alam dan lingkungan yang dapat dikembangkan
untuk kepentingan pembangunan.
3)
Terdapat
lebih dari satu kelompok masyarakat yang memiliki ketrampilan,keahlian,kesenangan,
dan bidang pekerjaan secara berbeda.
4)
Secara
ekologis dan ekonomis, pemanfaatan secara monokultur sangat rentan terhadap
pertumbuhan internal dan eksternal yang menjurus kegagalan usaha.
Low Choy dan
Heillbronn (1995), merumuskan lima faktor batasan yang mendasar dalam penentuan
prinsip utama ekowisata, yaitu :
1)
Lingkungan;
ecotourism bertumpu pada lingkungan alam, budaya yang relative belum tercemar
atau terganggu
2)
Masyarakat;
ekotourism harus memberikan manfaat ekologi, social dan ekonomi langsung kepada
masyarakat.
3)
Pendidikan
dan Pengalaman; Ekotourism harus dapat meningkatkan pemahaman akan lingkungan
alam dan budaya dengan adanya pengalaman yang dimiliki
4)
Berkelanjutan;
Ekotourism dapat memberikan sumbangan positip bagi keberlanjutan ekologi
lingkungan baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Pengelolaan
terpadu dimaksudkan untuk mengkordinasikan dan mengarahkan aktivitas dari dua
atau lebih sektor. Keterpaduan juga diartikan sebagai koordinasi antara tahapan
pembangunan di wilayah pesisir dan lautan yang meliputi pengumpulan dan analis
data, perencanaan, implementasi dan pengawasan ( Dahuri et al. 2001).
Hal yang paling
penting dalam keberhasilan pembangunan wilayah pesisir untuk pariwisata bahari
secara bekerlanjutan adalah jika pola intensitas (tingkat) pembangunnannya
sesuai dengan daya dukung lingkungan yang ada dan adanya kemampuan untuk
mengkonversi sumberdaya alam pesisir. Kondisi ini bisa terlaksana jika ada
perhatian dan pengertian yang kuat terhadap kelestarian lingkungan. Lawrence
(1998) menyebutkan, pengelola wilayah pesisir secara berkelanjutan tergantung
pada perhatian kepada masalah pengelola dan perencanaan, yaitu:
1)
Pengakuan
terhadap pentingnya aspek ekonomi dan sosial dari wilayah pesisir.
2)
Kemampuan
mengambil keputusan untuk menrencanakan dan mengelola pemanfaatan wilayah
pesisir secara berkelanjutan.
3)
Intergrasi
pengelolaan pemanfaatan wilayah ppesisir yang beragam kedalam struktur sosial,
budaya, hukum dan administratif dari wilayah.
4)
Pemeliharaan
komponen keutuhan fungsional dari wilayah pesisir serta ekosistem komponennya
Menurut Moscardo
dan Kim (1990), manyatakan bahwa pariwisata yang berkelanjutan harus
memperhatikan:
1)
Peningkatan
kesejahteraan masyarakat,
2)
Mempertahankan
keadilan antara generasi dan intergenerasi,
3)
Melindungi
keanekaragaman biologi dan mempertahankan sistem ekologi, dan
4)
Menjamin
integritas budaya.
Berkembangnya
pariwisata akan berakibat ganda terhadap berbagai sektor lainnya, seperti
sektor pertanian, peternakan, industri kerajinan rakyat, dan kegiatan lainnya
yang bersifat temporer (Spillane 1994).
Melihat begitu
banyaknya unsur yang berinteraksi dalam satu kagiatan pariwisata, maka dalam
kegiatan pengembangan pariwisata diperlukan campurtangan (kebijakan) pemerintan
untuk mengantisipasi pelbagai dampak negatif dari mekanisme pasar terhadap
pembangunan daerah serta menjaga agar pembangunan dan hasilnya dapat dinikmati
oleh masyarakat, khususnya masyarakat yang bermukim di wilayah pesisir. Selain
campurtangan pemerintah, keikutsertaan masyarakat setempat
dalam setiap kegiatan kepariwisataan perlu diperhatikan.
Kebijakan Pengembangan Wisata Bahari
Subsektor
pariwisata bahari merupakan sektor yang memiliki masa depan yang menjanjikan
untuk menunjang pembangunan kelautan (Kusumastanto 2000). Objek-objek utama
yang menjadi potensi pariwisata bahari adalah wisata pantai (seaside tourism), wisata alam (pantai),
wisata budaya (cultural tourism),
wisata pesiar (cruise tourism), dan
wisata bisnis (bussinnes tourism).
Menurut
Kusumastanto (2003), fokus utama dalam kebijakan pengembangan wisata bahari
terutama diarahkan untuk:
1)
Meningkatkan
ketersediaan sarana publik yang menciptakan pelayanan dan kenyamanan hakiki
bagi wisatawan mancanegara maupun domestik yang akan memanfaatkan sumber daya
wisata bahari.
2)
Meningkatkan
kualitas dan kapasitas sumberdaya manusia yang berkiprah dalam mengelola wisata
bahari.
3)
Mengembangkan
sistem pendataan dan informasi yang lengkap dengan memanfaatkan teknologi yang
modern, sehingga memudahkan wisatawan mendapatkan informasi dan akses cepat,
murah serta mudah. Pengembangan sistem pendataan dan informasi ini sekaligus
melayani dan mendukung kegiatan promosi dan investasi di bidang wisata bahari.
4)
Mengembangkan
aktivitas ekonomi non pariwisata yang memiliki keterkaitan dengan kegiatan
wisata bahari, misalnya industri kerajinan, perikanan, restoran, misal sea food dan jasa angkutan laut.
5)
Meningkatkan
jaminan dan sistem keamanan bagi wisatawan yang memanfaatkan potensi wisata
bahari.
6)
Menciptakan
iklim investasi yang kondusif bagi kalangan investor untuk mengembangkan wisata
bahari seperti insentif maupun desinsentif.
7)
Mengembangkan
model pengelolaan wisata bahari yang mampu menjaga kelestarian ekosistem laut
dan budaya masyarakat lokal.
Dalam UU No. 17
tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN
2005-2025), pembangunan kepariwisataan ditujukan untuk mendorong kegiatan
ekonomi dan meningkatkan citra Indonesia; meningkatkan kesejahteraan masyarakat
lokal; serta memberikan perluasan kesempatan kerja. Pengembangan kepariwisataan
dilakukan dengan memanfaatkan keragaman pesona keindahan alam dan potensi
nasional sebagai wisata bahari terluas di dunia secara arif dan berkelanjutan,
serta mendorong kegiatan ekonomi yang terkait dengan mengembangkan budaya
bangsa. Dengan mengacu pada arahan RPJPN tersebut, maka sasaran pembangunan
kepariwisataan di tahun 2008 akan dilakukan secara bersama, adalah meningkatkan
jumlah wisatawan mancanegara ke Indonesia menjadi 7 juta orang dengan
penerimaan devisa sebesar USD 6,7 milyar; dan meningkatkan jumlah perjalanan
wisatawan nusantara menjadi 223 juta perjalanan (Nirwandar 2008).
Selanjutnya dikatakan bahwa,
sasaran-sasaran pembangunan kepariwisataan tahun 2008 tersebut akan dilakukan
bersama melalui :
1) Penyelenggaraan
“ Visit Indonesia Year 2008”
2) Pemasangan
iklan pariwisata di media cetak, elektronik, dan billboard.
3) Dukungan promosi dan pemasangan iklan
bagi 10 destinasi pariwisata unggulan.
4) Pendukungan
kegiatan MICE.
5) Pelaksanaan
kampanye nasional sadar wisata
6) Fasilitas
pengembangan di 10 destinasi pariwisata unggulan
7) Dukungan
pengembangan pariwisata bagi 23 provinsi.
8) Meningkatkan kualitas sumberdaya
manusia penyelenggara pariwisata di daerah unggulan.
9) Meningkatkan
daya saing sumberdaya manusia diklat pariwisata.
Analisis Kebijakan
Dalam Pengelolaan Sumberdaya
Kebijakan sebagai
dasar pelaksanaan kegiatan atau pengambilan keputusan, adalah suatu pilihan
terhadap pelbagai alternatif yang bersaing mengenai sesuatu hal. Analisis
kebijakan adalah sebuah disiplin ilmu sosial. Terapan yang menggunakan pelbagai
metode kajian dan argumen untukmenghasilkan dan memindahkan informasi yang
relevan dengan kebijakan sehingga dapat dimanfaatkan di tingkat politik dalam
rangka memecahkan masalah-masalah kebijakan (Dunn 1998).
Analisis kebijakan
merupakan salah satu faktor lainnya di dalam sistem kebijakan. Suatu sistem
kebijakan atau seluruh pola institusional dimana didalamnya kebijakan dibuat,
mencakup hubungan timbal balik antara tiga unsur, yaitu kebijakan publik,
pelaku kebijakan , dan lingkungan kebijakan. Sistem kebijakan adalaj produk
manusia yang subyektif yang diciptakan melalui pilihan-pilihan yang sadar oleh
pelaku kebijakan (Dve yang diacu dalam Dunn 1998)
Salah satu faktor
yang menyebabkan sulitnya mengambil keputusan (kebijakan) adalah sulitnya
memperoleh informasi yang cukup untuk disimpulkan. Pengambilan suatu keputusan
atau perumusan suatu kebijakan akan lebih mudah bila menggunakan model
tertentu. Model kebijakan merupakan sajian yang disederhanakan mengenai
aspek-aspek terpilih dari situasi problematis yang disusun untuk tujuan khusus,
seperti model deskriptif, medel normatif, model verbal, model perspektif.
Setiap model kebijakan tidak dapat diterapkan untuk semua perumusan kebijakan,
sebab masing-masing model memfokuskan perhatiannya pada aspek yang berbeda.
Dalam artian bukan masalah penggunaan atau membuang model tetapi pemilihan
diantara berbagai alternatif yang menjadi fokus. Pemilihan alternatif strategi
kebjiakan tersebut dapat dibangun dengan melakukan analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, and
Threats). Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara
sistematis untuk merumuskan strategi. Analisis SWOT didasarkan pada asumsi
bahwa suatu strategi yang efektif adalah dengan memaksimalkan kekuatan (strenght), dan peluang (opportunities), serta meminimalkan
kelemahan (weakness) dan ancaman (treaths). Analisis SWOT membandingkan
antara faktor eksternal dan faktor internal (Rangkuti 2001).
Metodologi
Metode yang
digunakan dalam kajian ini adalah studi kasus, dengan objek kasus adalah
kegiatan pariwisata oleh masyarakat yang berada pada daerah objek wisata bahari Desa Angsana
di Kabupaten Tanah Bumbu.
Data yang
diperoleh meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh
langsung dari contoh/responden dengan metode purposive sampling melalui teknik wawancara dan dibantu dengan
instrumen survei berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis dan alternatif
jawabannya yang telah disediakan dalam bentuk kuisioner (Sugiyono 2006).
Data sekunder
diperoleh dengan metode studi literatur dan sumber data berasal dari laporan praktek lapang mahasiswa Program Studi Ilmu kelautan Universitas
Lambung Mangkurat tahun 2018.
Pengolahan dan
Analisis Data
1. Analisis Persepsi Masyarakat
Data yang telah
terkumpul kemudian ditabulasi, diolah dan dianalisis dengan serangkaian metode
dan hasilnya disajikan dalam bentuk tematik berupa gambar dan tabel. Untuk
menggambarkan persepsi masyarakat terhadap faktor-faktor pengembangan wisata bahari,
dilakukan analisis persepsi dengan pendekatan deskriktif. Faktor yang
dipertimbangkan dalam menganalisis persepsi ini adalah :
1)
Sarana
dan Prasarana wisata bahari
2)
Akses
transfortasi wisata bahari
3)
Kesan
wisatawan terhadap objek wisata bahari
4)
Keterlibatan
masyarakat terhadap wisata bahari
2.
Analisis potensi wisata bahari
Sebelum melakukan
pengembangan suatu kawasan wisata bahari, terlebih dahulu perlu mengkaji
potensi sumberdaya alam di kawasan tersebut. Apakah kawasan tersebut masih alami dan memiliki daya dukung ekosistem dan
fisik sesuai dengan standar kriteria kesesuaian sebagai wisata bahari.
Penentuan daya dukung dan potensi kawasan bahari dapat diketahui dengan
penilaian kesesuaian sebagai kawasan wisata bahari dan penilaian potensi wisata
bahari berdasarkan faktor-faktor pendukungnya.
3.
Analisis
strategi kebijakan pengembangan wisata bahari
Untuk
menentukan alternatif strategi kebijakan pengembangan wisata bahari Desa Angsana menggunakan analisis SWOT atau
dalam bahasa Indonesia lebih dikenal dengan Ke-Ke-P-An. Analisis ini merupakan
singkatan dari kekuatan (strength),
kelemahan (weaknes), peluang (opportunity), dan ancaman (threat). SWOT adalah merupakan alat
analisis yang mendasarkan kepada kemampuan melihat kekuatan baik internal
maupun eksternal yang dimiliki pelaku usaha/organisasi dibanding pelaku
usaha/organisasi pesaing. Tujuannya adalah untuk melakukan analisis situasi
atau kondisi, sehingga dapat merumuskan strategi kebijakan yang mendukung
pelaku usaha/organisasi dalam menghadapi persaingannya di pasaran.
Analisis
SWOT ini dilakukan dengan : 1) Menganalisis Faktor Strategis Internal dan
Eksternal, 2) Membuat Matriks Faktor Strategi Internal (IFAS = Internal Strategic Faktors Analysis Summary)
dan Matriks Faktor Strategis Eksternal
(EFAS = External Strategic Faktors
Analysis Summary), 3) Menyusun keputusan alternatif kebijakan strategis.
4.
Menganalisis
faktor strategis internal dan eksternal
Langkah
menganalisis faktor strategis internal dan eksternal adalah sebagai berikut :
(1)
Menginventarisir
faktor internal yang mempengaruhi pencapaian goals/sasaran, visi, dan misi yang telah ditetapkan secara rinci
(detail) dengan teknik brainstorming dan atau NGT/Non Group Tecnique. Kemudian
mendiskusikan setiap faktor internal apakah termasuk kekuatan atau kelemahan
dibandingkan dengan perusahaan lain, dengan cara poling pendapat.
(i)
Kekuatan adalah kegiatan
(proses) dan sumberdaya sudah baik.
(ii)
Kelemahan adalah kegiatan
(proses) dan sumberdaya belum baik.
(2)
Menginventarisir
faktor eksternal yang mempengaruhi pencapaian goals/sasaran, visi dan misi yang telah ditetapkan secara rinci
(detail) dengan teknik brainstorming
dan NGT/NonGroup Tecnique. Kemudian
mendiskusikan setiap faktor eksternal apakah termasuk peluang atau ancaman
dibanding perusahaan lain, dengan cara poling
pendapat.
(i)
Peluang adalah
faktor eksternal yang positif
(ii)
Ancaman adalah faktor
eksternal yang negatif
2)
Membuat matriks faktor strategi internal (IFAS) dan
matriks faktor strategis eksternal (EFAS).
Tujuannya adalah
melihat berapa posisi tiap faktor yang telah termasuk kedalam kekuatan,
kelemahan, peluang ataupun ancaman setelah dilakukan pembobotan, peratingan,
dan penilaian. Penyusunan matriks IFAS dan EFAS dilakukan sebagai berikut:
1)
melakukan
identifikasi atas faktor-faktor:
(1)
IFAS:
kekuatan dan kelemahan
(2)
EFAS:
peluang dan ancaman
2)
pembobotan
terhadap masing-masing faktor, mulai dari 1,00 (sangat penting) sampai dengan
0,00 (tidak penting). Skor jumlah bobot untuk keseluruhan faktor adalah 1,00.
3)
Penentuan
rating untuk masing-masing faktor berdasarkan pengaruhnya terhadap permasalahan
berdasarkan nilai median hasil responden. Nilai rating mulai dari 4 sampai
dengan 1. Pemberian nilai rating:
(1)
IFAS:
kekuatan bersifat positif (semakin besar kekuatan semakin besar pula nilai rating
yang diberikan), sedangkan untuk kelemahan dilakukan sebaliknya (semakin besar
kelemahan semakin kecil nilai rating yang diberikan).
(2)
EFAS:
peluang bersifat positif (semakin besar peluang semakin besar pula nilai rating
yang diberikan), sedangkan untuk ancaman dilakukan sebaliknya (semakin besar
ancaman semakin kecil nilai rating yang diberikan).
4)
Dilakukan
perkalian bobot dengan rating untuk menentukan skor terbobot dari masing-masing
faktor.
5)
Jumlah
dari skor terbobot menentukan kondisi sistem atau organisasi:
(1)
IFAS:
Jika nilai total skor terbobot ≥ 2,5 berarti kondisi internal memiliki kekuatan
untuk mengatasi kelemahan.
(2)
EFAS:
Jika nilai total skor terbobot ≥ 2,5 berarti kondisi eksternal memiliki peluang
untuk mengatasi ancaman.
3)
Merumuskan strategi umum (grand strategy)
Tujuannya
merumuskan strategi umum (grand strategy),
adalah mengembangkan perusahaan dengan memanfaatkan hasil Analisis SWOT kedalam
suatu format dengan memilih 5-10 faktor utama tiap kekuatan, kelemahan, peluang,
dan ancaman.
4)
Membuat keputusan strategis
Merumuskan
keputusan strategi dengan menghubungkan antara baris faktor internal (S dan W)
dan kolom faktor eksternal (O dan T). Pada pertemuan keduanya, melakukan
analisis strategi yang mungkin dikembangkan dengan memanfaatkan keterkaitan
keduanya. Adapun tahapannya adalah sebagai berikut:
(1)
Strategi
yang menghubungkan antara S dan O, strategi dibuat berdasarkan jalan pikiran
yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaat peluang
yang sebesar-besarnya.
(2)
Strategi
yang menghubungkan antara S dan T, strategi yang dipilih adalah menggunakan
kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman yang dihadapi.
(3)
Strategi
yang menghubungkan antara W dan O, strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan
peluang dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.
(4)
Strategi
yang menghubungkan antara W dan T, strategi ini berdasarkan pada kegiatan yang
bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta
menghindari ancaman.
Analisis
hirarki proses (AHP)
Setelah dilakukan
analisis SWOT kemudian dilanjutkan dengan Analisis Hirarki Proses (AHP) untuk
menentukan kebijakan-kebijakan dalam rangka pengembangan wisata bahari Desa Angsana
di Kabupaten Tanah Bumbu, dimana variabel-variabel dimasukkan
kedalam suatu susunan hirarki, yang memberi pertimbangan numerik pada
pertimbangan subyektif tentang relatif pentingnya variabel dan mensintesis
berbagai pertimbangan untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas relatif
yang tertinggi. Langkah paling awal dalam penggunaan proses analisis hirarki
adalah merinci permasalahan kedalam elemen-elemennya dan mengatur bagian dari
elemen-elemen kedalam bentuk hirarki (Nurani 2008).
Untuk menilai
perbandingan tingkat kepentingan suatu elemen terhadap elemen lain maka
digunakan pembobotan berdasarkan skala proses PHA yang disarankan oleh Saaty
(1993) seperti pada Tabel 4. Dalam kondisi pembangunan yang makin kompleks
analisis sistematis sangat diperlukan, bahkan sedapat mungkin faktor lain,
seperti faktor politis harus dapat dijadikan bagian internal keseluruhan
analisis. Dengan menggunakan metode PHA permasalahan yang kompleks tersebut
akan dapat dirangkum sepenuhnya.
Wisata bahari di
suatu daerah membutuhkan beberapa komponen penting untuk pengembangannya.
Komponen-komponen tersebut menjadi kriteria dalam pengambilan keputusan
kebijakan pengembangan wisata bahari di Desa Angsana. Komponen penting
dalam sistem pariwisata bahari adalah 1) objek wisata bahari dimana termasuk
wisata alam maupun buatan yang menunjukkan ciri khas alam atau potensi alam di
wilayah tersebut. Komponen ini merupakan kriteria biologi dalam pengembangan
wisata bahari, 2) pelayanan termasuk didalamnya adalah kualitas
SDM dalam bidang pariwisata bahari, dimana dengan adanya pelayanan wisata
bahari akan memberikan dampak multiplier
effect bagi masyarakat Desa Angsana. Komponen ini merupakan kriteria sosial dan kriteria
ekonomi dalam pengembangan wisata bahari, 3) ketersediaan sarana publik untuk
mendukung kegiatan wisata bahari , 4) perjalanan atau transportasi laut maupun
darat untuk aksesibilitas menuju ke lokasi wisata bahari. Komponen 3) dan 4)
merupakan kriteria infrastruktur dalam pengembangan wisata bahari. Komponen
yang terakhir adalah 5) pemasaran. Komponen pemasaran termasuk regulasi dalam
investasi atau pengembangan wisata bahari. Komponen ini merupakan kriteria
kebijakan dalam pengembangan wisata bahari di Desa Angsana.
Hasil dan Pembahasan
1. Potensi Wisata Bahari Desa Angsana
Suatu kawasan yang
akan digunakan sebagai obyek wisata bahari perlu mempertimbangkan daya dukung
dari kawasan tersebut sebelum dibangun. Pentingnya mengetahui daya dukung dari
kawasan agar setiap kegiatan pemanfaatan tidak mengganggu atau merusak
lingkungan fisik, biota dan lingkungan sosial. Daya dukung untuk wisata ada
yang intensif, terbatas dan tertutup. Daya dukung intensif adalah penggunaan
kawasan secara keseluruhan untuk kegiatan parawisata, secara terbatas adalah
sebagian kawasan digunakan untuk kegiatan pariwisata dan secara tertutup dapat
diartikan sebagai pemanfaatan kawasan tidak boleh membangun penggunaan fisik,
tetapi hanya diperbolehkan untuk melihat keindahan alamnya.
Desa Angsana
diproyeksikan menjadi kawasan wisata bahari di Kabupaten Tanah Bumbu.
Angsana memiliki panorama pesisir pantai
dan hutan mangrove yang masih alami, sehingga menjadi keunikan
tersendiri selain keindahan bawah laut (terumbu karang dan ikan).
Jika obyek wisata
bahari ini dikelola dengan baik akan meningkatkan manfaat bagi berbagai pihak,
diantaranya: bagi masyarakat sekitar kawasan dapat meningkatkan kesejahteraan,
sumberdaya pesisir dijaga kelestariannya, bagi pemerintah daerah meningkatkan PAD dan bagi negara mendapatkan
devisa.
Persepsi
Terhadap Wisata Bahari Desa Angsana
Sarana
dan prasarana wisata bahari
Minimnya sarana
dan prasarana menyebabkan tingkat kunjungan masih relatif kecil di Desa Angsana,
khususnya fasilitas transfortasi dan infrastruktur wisata, ketersediaan air bersih, kebijakan pariwisata dari desa serta fasilitas-fasilitas
pendukung lainnya yang dapat menunjang wisata bahari di Desa Angsana Kabupaten
Tanah Bumbu.
Komentar
Posting Komentar